Edisi IV/MBI/V/2017                                                                                                                 

MEMBENTUK MUKMIN SEJATI

Ramadhan kembali menghampiri kita. Umat Islam menyambut bulan suci ramadhan dengan suka cita sebagai bulan yang agung (syahr azhim), mulia (syahr karim) dan berkah (syahr mubarak). Karena keistimewaan bulan suci ramadhan, pintu surga dibuka lebar-lebar, sebaliknya pintu-pintu neraka ditutup, dan syetanpun dijerat tak bergerak.

Cerita Ramadhan tentu bukan fiktif. Ramadhan adalah tamu suci yang mendatangi siapapun dengan berbagai keistimewaan. Keistimewaan Ramadhan tentu akan bergantung pada bagaimana kita menyambut bulan suci ini untuk mengistimewakan kualitas diri.

Hilangnya kesempatan mengenai makna dan hakikat Ramadhan, tentunya membuat kita kehilangan keistimewaan Ramadhan itu sendiri. Bulan suci ini menjadi tidak ada bedanya dengan bulan-bulan yang lain. Bulan Ramadhan menjadi istimewa karena bulan tersebut memberikan kesempatan kepada kita untuk mengistimewakan nurani dan fitrah kita sebagai seorang manusia. Kesucian Ramadhan sangat bergantung pada bagaimana seseorang berupaya menyucikan dirinya dalam beragam “penyucian diri” selama Ramadhan.

Pertama, khusyu` dalam shalat. Betul-betul memanfaatkan shalat sebagai momentum munajat kepada Allah SWT, mengakui segala dosa yang dilakukan, memohon ampunan dan rahmat-Nya, dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bertambah keyakinan dan optimismenya dalam menghadapi tantangan hidup.

Kedua, menghindari kesia-siaan, baik ucapan maupun perbuatan. Dia betul-betul menjaga waktu agar selalu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Waktu digunakan untuk belajar serius mengejar keterbelakangan, kerja keras untuk mencapai kemakmuran, shilaturrahim membangun ukhuwah, membantu orang lain dan gemar bersedekah demi kemajuan umat. Penghargaan waktu, disiplin dan profesionalisme merupakan kata kunci suksesnya. Kalau kita sadar bahwa sedetik waktu akan sangat menentukan masa depan agama, niscaya kita tidak akan pernah menyia-nyiakannya.

Ketiga, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial. Tidak egois dan juga tidak apatis terhadap problem umat. Kemajuan umat zaman dulu disebabkan nuansa kekeluargaan yang erat kepada sesama, menganggap orang lain sebagai saudara sehingga harus disantuni, diberdayakan dan diperjuangkan hak-haknya.

Keempat, orang-orang yang selamat moral-etiknya dari anekaragam gangguan syahwat yang menggiurkan. Saat ini, syahwat merupakan fenomena global yang sulit terbendung. Aneka ragam media, baik cetak maupun elektronik, mengumbar eksploitasi wanita tanpa batas. Iklan TV sebagai konsumsi harian masyarakat lintas umur (kecil, remaja, dewasa) sudah demikian vulgar. Di saat seperti inilah, orang mukmin selalu waspada menjaga diri dan keluarganya dari bahaya fitnah duniawi.

Kelima, orang-orang yang menjaga amanah (tanggung jawab) dan janji. Amanah dan janji mukmin di dunia adalah mempersembahkan yang terbaik kepada Allah dan sesama manusia. Perbuatan, perkataan, sikap perilaku dan sepak terjangnya mencerminkan konsistensi dan komitmen besar pada dua hal ini. Sabda Nabi, la dina liman la amanata lahu, tidak ada agama bagi orang yang tidak tanggung jawab.

Sekarang, fenomena penyalahgunaan amanah sudah sangat telanjang. Jabatan, kekuasaan dan status sosial bukan wahana pengabdian, tapi kesempatan menumpuk-numpuk harta, kekayaan, popularitas dan publisitas. Itu akan dipertahankan dengan cara apapun. Degradasi moral ini harus segera direformasi demi keselamatan dan kemajuan bangsa ke depan.

Keenam, orang-orang yang menjaga shalatnya (istiqomah). Artinya, orang-orang yang selalu meningkatkan diri setiap detik waktu, tidak merasa cepat puas dengan apa yang diraih, selalu berusaha dan berusaha menuju kesempurnaan. Shalat adalah lambang kehambaan seseorang kepada rabb al-izzah. Pengaruh shalat berupa `tanha an al-fakhsya` wa al-munkar` (terhindar dari perbuatan keji dan munkar) menuju khaira ummah (sebaik-baik ummat) terpancar dalam kepribadiannya. Lebih jauh lagi, seluruh sepak terjangnya dalam aspek pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, dan politik tersinari oleh cahaya Ilahi. Kekuatan ruhiyah ini diharapkan dapat menyelamatkan mereka dari KKN, eksploitasi, dan manipulasi. 

Di bulan Ramadhan yang mulia ini menjadi momentum yang paling tepat dalam membentuk mukmin sejati yang pada gilirannya akan mampu membenahi problem internal umat, mulai dari kemiskinan (ekonomi, media dan tekonologi), kebodohan, penindasan, degradasi moral dan berbagai bentuk keterbelakangan lainnya.Wallahu A’lam bi al-Shawab.

 

Diterbitkan oleh:

DEWAN KEMAKMURAN MASJID

BAITUL IZZAH

Sektor Melati Blok D4

Grand Depok City

Depok - Jawa Barat

www.mbi-gdc.or.id email:This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Izzah menerima kiriman artikel/tulisan yang berkaitan dengan tema-tema keagamaan sebagai bahan renungan bagi jamaah Masjid Baitul Izzah