Oleh: Mohammad Hasyim*

            Dalam perspektif Islam, pemimpin menempati posisi tertinggi dalam tatanan sosial-kemasyarakatan. Pemimpin, atau yang biasa dikenal sebagai imam (khalifah), merupakan pewaris tugas ke-Nabi-an dalam mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umat.

            Menurut Ibnu Khaldun, definisi pemimpin atau imamah adalah mengatur seluruh lapisan masyarakat agar bersikap-laku sesuai dengan syariat Islam dalam merealisasikan kemaslahatan umat baik untuk urusan dunia maupun akhirat.[1]

            Al-Baidhawi juga menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah proses seseorang (di antara umat Islam) dalam menggantikan (tugas) Rasulullah untuk menegakkan pilar-pilar syariat dan menjaga eksistensi agama, di mana ada kewajiban bagi seluruh umat Islam untuk mengikuti (tunduk kepada)-Nya.[2]

            Dengan demikian, kepemimpinan atau imamah bukanlah tujuan melainkan hanyalah wasilah untuk menjalankan ketaatan kepada Allah SWT. Ketika pemimpin tidak bisa mewujudkan atau memudahkan rakyatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah maka kepemimpinan yang demikian harus digantikan.

            Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 41 berfirman:

ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّـٰهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّڪَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ‌ۗ وَلِلَّهِ عَـٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ (٤١

(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

            Dan, sebagaimana disebutkan di atas, para ulama telah menetapkan bahwa kepemimpinan dalam Islam memiliki dua tujuan pokok, yaitu menegakkan agama Islam dan mengatur dunia berlandaskan syariat Islam.

            Imam Al-Kamal Bin Hammad Al-Hanafi berkata, yang dimaksud menegakkan agama adalah menegakkan syiar-syiar Islam sebagaimana diperintahkan Allah SWT, yakni memurnikan segala ketaatan kepada Allah dan menghidupkan sunah-sunahnya.

            Sedangkan mengatur dunia berlandaskan syariat Islam artinya pemimpin wajib mengatur seluruh aspek kehidupan manusia berdasarkan syariat Allah, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun militer. Semua aspek kehidupan itu harus diatur sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.

            Hal ini menuntut setiap pemimpin Islam untuk menunaikan setidaknya empat tugas berikut:

1.    Menunaikan keadilan dan memberantas kezhaliman

 إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَـٰنِ وَإِيتَآىِٕ ذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنڪَرِ وَٱلۡبَغۡىِ‌ۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّڪُمۡ تَذَكَّرُونَ (٩٠

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)

2.    Menjaga persatuan Islam dan mencegah perpecahan

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ (١٠

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu, dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat : 10)

Menjaga persatuan kaum Muslimin termasuk dasar tujuan tegaknya kepemimpinan karena banyak hal yang sering diperselisihkan dalam kehidupan sehingga tugas pemimpin adalah membuat ketetapan yang dapat mewujudkan persatuan. 

3.    Menjaga perbatasan dan menciptakan keamanan

Imam Haramain Al-Juwaini mengatakan, perhatian pemimpin untuk menjaga perbatasan dan keamanan adalah penting.

 4.    Mengelola kekayaan untuk kemaslahatan umat

Di antara tugas pemimpin dalam Islam adalah mengelola kekayaan alam yang telah diciptakan Allah.

*Penulis adalah Sekretaris II DKM Baitul Izzah 



[1] Ibnu Khaldun, Al-Muqaddimah, hal. 190, dinukil dari Al-Imamah Al-‘Uzhma ‘inda Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah karya Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji, hal 29

[2] Al-Baidhawi, Hasyiyah Syarh Al-Mathali’, hal. 228, dinukil dari Al-Wajiz fi Fiqh Al-Khilafah karya Shalah Shawi, hal 5

Diterbitkan oleh:

DEWAN KEMAKMURAN MASJID

BAITUL IZZAH

Sektor Melati Blok D4

Grand Depok City

Depok - Jawa Barat

www.mbi-gdc.or.id email:This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Izzah menerima kiriman artikel/tulisan yang berkaitan dengan tema-tema keagamaan sebagai bahan renungan bagi jamaah Masjid Baitul Izzah