KIAT IKHLAS

Oleh: Abu Hanin*

Ikhlas adalah amalan yang paling susah dan paling besar keutamaanya, sampai Imam Sufyan Atsauri, imam ahlusunnah, berpendapat: tidaklah aku berupaya untuk menundukkan diriku untuk bisa melakukan sesuatu lebih berat dari pada upaya mencapai ikhlas.

Iklhas itu adalah taufiq dari Allah yang dicapai dengan pendalaman tauhid dan berdoa kepada Allah agar diberikan keikhlasan.

Ibnu Qoyyim dalam kitabnya al-qowaid mengatakan bahwa ikhlas itu tidak akan terkumpul dengan dua sifat, yang mana kalau kita hilangkan dua sifat ini maka kita akan mudah akan mencapai ikhlas. Pertama: حُبُّ الثَّنَاءِ وَالْمَدْحِ cinta atau senang dipuji dan disanjung, الْحِرْثُ بِمَا أَيْدِي النَّاسِ ambisi atau cinta untuk mendapatkan balasan dari manusia.

Cara menghilangkan cinta pujian dan sanjungan; dengan meyakini bahwa pujian itu hanya bermanfaat jika datang dari Allah SWT.

Cara menghilangkan ambisi mendapatkan balasan dari manusia; meyakini apapun bahwa yang ada di tangan manusia maka yang di tangan Allah lebih sempurna, dan yang di tangan manusia tidak kita dapatkan hanya dengan kehendak Allah SWT.

Cara mendapatkannya; dengan mujahadah karena nafsu manusia, jiwa manusia dikatakan dalam Al-qur’anإِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ (nafsu selalu memerintahkan kepada keburukan); maka rasul bersabda;الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ عَلَى طَاعَةِ اللهِ (orang yang berjihad sebenarnya adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya untuk mengikuti ketaatan kepada Allah; dengan kata lain ikhlas harus dengan mujahadah, bersungguh-sungguh memaksakan diri untuk ikhlas.

Penduduk surga disifati dalam al-quran sebagai orang-orang yang di dunia dulu terbiasa untuk mujahadahوَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَا النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِىَ الْمَأْوَى (adapun orang-orang yang takut terhadap  kedudukan Allah dan selalu menentang atau melarang nafsunya untuk memperturutkan keinginannya, maka sesungguhnya dialah orang yang akan dijadikan surga sebagai tempat kembalinya.

Dalam hadits yang shahih Imam Bukhori dalam adabul mufrad, rasulullah bersabda إِنَّمَا اْلعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَإِنَّمَا الْحِلْمُبِالتَّحَلُّمِ، وَمَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطَهُ وَمَنْ يَتَّقِى الشَّرَّ يُوَقَّةُ (sesungguhnya ilmu itu didapatkan dengan belajar, sedangkan sifat lemah lembut hanya didapat dengan melatih diri: barang siapa melatih dirinya melakukan kebaikan maka dia akan mendapatkan, dan barang siapa berusaha menghindari keburukan maka dia terhindar dari keburukan.

Jadi orang itu harus melatih untuk mendapatkan ilmu, dilatih diri untuk mengamalkannya karena jiwa kita itu susah, jiwa kita terbiasa mengharapkan balasan yang tampak, sementara agama rata-rata balasannya tidak tampak atau goib.

Maka semua namanya kebaikan  dalam hadits yang lainوَمَنْ يَتَصَبَّرُ بِصَبْرِهِ اللهِ (HR Bukhori Muslim) barang siapa berusaha bersabar, barulah Allah akan berikan kesabaran kepadanya.

Sekali lagi, cara melatih ikhlas harus dengan mujahadah, atau kesungguhan; melatih diri kita untuk terbiasa melakukan amalan yang tidak sesuai dengan hawa nafsu, karena secara umum hukum-hukum yang yang diturunkan Allah itu, kata ibnu qoyyimأَحْكَامُ رَبِّ سُبْحَانَهُ كَثِيْرًا مَايَأْتِي عَلَى خِلَافِأَغْرَاضِ النَّاسِ (hukum-hukum yang Allah turunkan itu kebanyakan tidak sesuai dengan ambisi manusia).

Kalau ada hadits yang menyebutkan, misalnya خُفَّةِ اْلجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ (surga itu dilingkupi dengan hal-hal yang susah) bagaimana mengkompromikan hadits ini dengan keterangan bahwa iman itu manis, kenapa dikatakan surga dilingkupi dengan hal-hal yang susah? Jawabanya: untuk awal-awal seseorang itu menempuh jalan Allah karena nafsunya belum ditundukkan maka dia perlu berjuang, diawalnya, setelah Allah mengetahui kesungguhannya maka Allah akan berikan hidayah kepada orang tersebut sesuai dengan kesungguhan dia.

Maka orang yang sempurna hidayahnya adalah yang paling besar hidayahnya adalah yang paling besar perjuangannya, itulah makna firman Allahوَالَّذِيْنَ جَاهَدُ فِيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا (dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan kami, bermujahadah di jalan kami, maka mereka itulah orang-orang yang kami akan berikan hidayah agar bisa menempuh jalan-jalan Kami. 

Ibnul Qoyyim menafsirkan ayat ini dengan mengatakanعَلَّقَ سُبْحَانَهُ الْهِدَايَةَ بِالْجِهَادِ فَأَكْمَالُ النَّاسِ هِدَايَةً أَعْظَمُهُمْ جِهَادًا dalam ayat ini Allah menggandengkan antara hidayah dari-Nya dengan kesungguhan manusia, hidayah dari Allah dengan perjuangan manusia, mujahadah manusia. Maka orang yang sempurna mendapatkan hidayah adalah orang yang paling besar pula perjuangannya, oleh karena itu orang itu seseorang tidak akan mendapatkan hidayah, kebaikan mustahil untuk bisa mendapatkan kebaikan agama kalau dia tidak mau berusaha untuk melatih dirinya.*** 

* Penulis adalah seorang pendakwah

Diterbitkan oleh:

DEWAN KEMAKMURAN MASJID

BAITUL IZZAH


Sektor Melati Blok D4

Grand Depok City

Depok - Jawa Barat

www.mbi-gdc.or.id email:This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Izzah menerima kiriman artikel/tulisan yang berkaitan dengan tema-tema keagamaan sebagai bahan renungan bagi jamaah Masjid Baitul Izzah