Edisi IV/MBI/IX/2017 – JUM’AT 2 MUHARRAM 1439 H/22 SEPTEMBER 2017             

HIJRAH

Oleh: Mohammad Hasyim*

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa hijrah telah berakhir.”

Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, hingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya hingga matahari terbit dari sebelah barat.

Persis sejak peristiwa hijrahnya Rasulullah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah, 1439 tahun silam,  makna dan hikmah peristiwa tersebut ternyata masih tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan zaman.

Dalam konteks kekinian, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan kaum Muhajirin, tetapi lebih pada nilai-nilai dan semangat berhijrah itu sendiri karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti.

Hijrah mengandung arti berpindah tempat dan mencakup berpindah kondisi untuk mencari jalan yang lebih baik atau berpindah dari yang buruk kepada yang baik. Rasulullah mendefinisikan hijrah dengan almuhaajir man hajaro maa nahallahu ‘anhu, yang disebut muhajir ialah orang yang hijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT.

Para sahabat pada masa Khalifah Umar bin Khattab menjadikan momentum hijrah sebagai permulaan tahun baru (kalender) Islam. Tentu ada pertanyaan mengapa peristiwa hijrah tersebut dijadikan permulaan tahun baru  Islam, bukan yang lainnya, seperti hari kelahiran beliau, hari wafat beliau, atau dari permulaan turunnya wahyu yang pertama, dan lain sebagainya.

Jawabannya adalah karena perisitwa hijrah ini memiliki makna yang sangat penting bagi setiap Muslim, karena hijrah merupakan tonggak sejarah besar dalam perjalanan dakwah Nabi sekaligus momentum kebangkitan Islam. Dengan momentum hijrah, Islam berkembang menjadi sebuah peradaban besar dan disegani. Hal ini terbukti ketika Nabi wafat, hampir seluruh jazirah Arab tunduk di bawah kendalinya. Apalagi jika diteruskan ke masa sahabat (al-Khulafa al-Rasyidun), Islam telah meliputi wilayah-wilayah yang menjadi pusat peradaban manusia.

Berbeda dengan Isra’ Mi’raj yang bersifat supra-rasional, hijrah merupakan peristiwa yang sangat manusiawi dan rasional, karena hijrah membutuhkan kematangan mental, strategi dan kemampuan taktis yang didasari visi jangka panjang yang dirancang oleh Rasulullah SAW dengan kaum muhajirin.

Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari peristiwa hijrah dalam konteks kehidupan keagamaan: Pertama, kesediaan untuk berkorban. Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka, tetapi dari situlah Nabi mampu membangun peradaban Islam yang sangat maju.

Sejarah Islam mencatat betapa besarnya perhatian para khalifah sebagai pemimpin terhadap urusan umat. Sebut saja Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sejak dibaiat menjadi khalifah, beliau bertekad untuk mengabdikan segenap hidupnya untuk mengurus rakyatnya.

Kedua, hijrah juga mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi untuk menuju yang lebih baik. Hijrah itu bergerak dinamis, tidak statis. Oleh karena itu, orang Islam harus bergerak dan dinamis. Hal itu tergambar dengan sangat jelas dalam peristiwa hijrah di mana Rasulullah SAW dan para sahabatnya bergerak dan pindah dari kota yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.

Ketiga, hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Dan di atas itu semua, proses hijrah harus kita lakukan demi menuju perubahan yang dicita-citakan bersama. Karena hanya dengan hijrah-lah kita dapat mencapai tujuan hakiki dari kehidupan beragama yaitu mendapat keselamatan di dunia dan akhirat, amin.***

 *Penulis adalah Sekretaris II DKM Baitul Izzah

Diterbitkan oleh:

DEWAN KEMAKMURAN MASJID

BAITUL IZZAH

 

Sektor Melati Blok D4

Grand Depok City

Depok - Jawa Barat

www.mbi-gdc.or.id email:This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Izzah menerima kiriman artikel/tulisan yang berkaitan dengan tema-tema keagamaan sebagai bahan renungan bagi jamaah Masjid Baitul Izzah