Edisi II/MBI/IV/2017  

KORUPSI DI MATA ISLAM

Agama Islam memandang korupsi sebagai perbuatan keji. Perbuatan korupsi dalam konteks agama Islam sama dengan fasad, yakni perbuatan yang merusak tatanan kehidupan yang pelakunya dikategorikan melakukan Jinayaat al-Kubra (dosa besar). 

Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dengan apa yang disebut sebagai maqashid al-syaria'ah. Di antara kemaslahatan yang hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdzulmaal) dari berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan.

Islam mengatur dan menilai harta sejak perolehannya hingga pembelanjaannyaIslam memberikan tuntunan agar dalam memperoleh harta dilakukan dengan cara-cara yang bermoral dan sesuai dengan hukum Islam,yaitu dengan tidak menipu, tidak memakan riba, tidak berkhianat, tidak menggelapkan barang milik orang lain, tidak mencuri, tidak curang dalam takaran dan timbangan, tidak korupsi, dan lain sebagainya.

Kata korupsi secara literer memang tidak ditemukan dalam khasanah Islam, tetapi substansi dan persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam Islam. Al-Naim dalam bukunya, sebagaimana dikutip Abu Hapsin, memberikanpemahaman umum tentang korupsi sebagai suatu tindakan melanggar hukumdengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Terdapat banyak ungkapan yang dapat dipakai untuk menggambarkan pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan tetapi tidak terlalu jauh dari hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada sebagian yang menggunakan istilah "akhdul amwal bil bathil' (memakan harta orang lain dengan cara yang batil), sebagaimana disebutkan oleh al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 188:

وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٲلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُڪَّامِ لِتَأۡڪُلُواْ فَرِيقً۬ا مِّنۡ أَمۡوَٲلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (١٨٨

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan cara yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamumengetahui.

 

Korupsi secara definitif juga ditandai oleh sejumlah interpretasi keagamaan tentang tindak pidana tersebut. Para ulama, misalnya, menganalogikan korupsi dengan al-ghulul, sebuah istilah yang diambil dari ayat al-Qur'an surat Ali Imran ayat 161:

وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ‌ۚ وَمَن يَغۡلُلۡ يَأۡتِ بِمَا غَلَّ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ‌ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ ڪُلُّ نَفۡسٍ۬ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ (١٦١

Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.

Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Jarirya tentang hilangnya sehelai kain wol yang diperoleh dari rampasan perang. Setelah dicari, kain itu ternyata tidak ada dalamcatatan inventaris harta rampasan perang sehingga ada yang lancang berkata,"Mungkin Rasulullah SAW sendiri yang mengambil kain itu untuk dirinya."

Agar tuduhan tersebut tidak menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam dan membersihkan citra beliau maka turunlah ayat tersebudi atas yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mungkin berlaku korup dancurang dalam amanah harta publik berupa rampasan perang. Bahkan Nabimengancam siapapun yang mengkorup harta milik Negara akan menjadi baraapi baginya di neraka dan demikian pula amalnya yang berasal dari hasilkorupsinya tersebut tidak akan diterima Allah SWT.

Dalam kasus-kasus korupsi, sesungguhnya para pelakunya tak hanya mengkorupsi uang, tetapi lebih dari itu, ia telah melakukan korupsi moral. Sebab, dengan perilaku korupnya, ia sesungguhnya telah melakukan destruksi dan kontaminasi atas keluhuran nilai-nilai moral dan hati nurani yang diwariskan para pendahulu yang luhur budi.***

Diterbitkan oleh:

DEWAN KEMAKMURAN MASJID

BAITUL IZZAH

 

 

 

Sektor Melati Blok D4

Grand Depok City

Depok - Jawa Barat

www.mbi-gdc.or.id email:This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Izzah menerima kiriman artikel/tulisan yang berkaitan dengan tema-tema keagamaan sebagai bahan renungan bagi jamaah Masjid Baitul Izzah