Oleh: Mohammad Hasyim*

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, seketika itu pula kota Madinah gempar. Umat Islam menangis, antara percaya dan tidak percaya bahwa Rasul Yang Mulia telah meninggalkan mereka
Beberapa waktu kemudian, seorang Arab Badui menemui Umar bin Khatab dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!"
Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab Badui itu menemui Bilal.

Setelah ditemui dan diajukan permintaan yang sama, Bilal pun menangis. Ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib. 

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, tapi mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad

Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan padaku keindahan dunia ini!." Badui ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...."

Ali menjawab, "Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad SAW, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki akhlak yang mulia (QS. Al-Qalam: 4).”

 Badui ini kemudian menemui Siti Aisyah RA. Isteri Nabi SAW yang sering disapa "Humairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi SAW itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa dia segera menangkap akhlak Nabi kalau dia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun Ayat 1-11. [1]

Nabi Muhammad SAW diutus untuk mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah SWT dan memperbaiki akhlak manusia. Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”

Sesungguhnya di antara akhlak dengan aqidah terdapat hubungan yang sangat kuat sekali. Akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya.

Akhlak yang baik adalah bagian dari amal sholeh yang dapat menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh Rasulullah dan akhlak yang baik adalah salah satu penyebab seseorang untuk dapat masuk Surga.

Rasulullah SAW: “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang suka berbicara keji dan kotor.”

Nabi ditanya tentang alasan yang menyebabkan manusia masuk Surga, maka beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Dan ketika ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Neraka, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Lidah dan kemaluan.”[2]

            Sungguh akhlak yang mulia itu meninggikan derajat seseorang di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah: “Sesungguhnya seorang Mu’min dengan akhlaknya yang baik, akan mencapai derajat orang yang shaum (puasa) di siang hari dan shalat di tengah malam.”

            Akhlak yang mulia dapat menambah umur dan menjadikan rumah makmur, sebagaimana sabda Rasulullah: “Akhlak yang baik dan bertetangga yang baik keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur.”

Rasulullah, seperti dituturkan Aisyah RA, adalah orang yang paling mulia akhlaknya.”

Begitu pula para Sahabat Radhiyallahu anhum, mereka adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya setelah Rasulullah SAW.***

 

*Penulis adalah Sekretaris II DKM Baitul Izzah

 


[1]http://www.madinatulilmi.org/artikel/258-mengenang-akhlak-rasulullah-saw.html