Oleh: Mohammad Hasyim*
Bismillahirrahmanirrahim
Hari Jum’at tergolong hari yang unik dalam sejarah Islam. Dari segi penamaan, pilihan nama “Jum’at” berbeda dari nama-nama hari lainnya. Kata “Jum’at“ berdasar Qamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma'ashir dapat dibaca dalam tiga bentuk: Jumu'ah, Jum'ah, dan Juma'ah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan: Ahad (hari pertama), Isnain (hari kedua), tsulatsa (hari ketiga), arbi’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari sab’ah (hari ketujuh).[1]
Pada masa Arab Jahiliyah nama-nama hari terdiri dari Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad), Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), Dubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jum’at). Nama-nama tersebut kemudian diubah dengan datangnya Islam. Rasulullah tidak hanya melakukan revolusi moral tapi juga revolusi bahasa. Kata-kata dianggap kurang tepat dimaknai ulang sehingga sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah, ‘Arubah merupakan momentum untuk menampilkan kepongahan, kebanggaan, berhias, dan semacamnya.
Dalam Islam, ‘Arubah berubah menjadi Jumu’ah yang mengandung arti berkumpul. Tentu saja lebih dari sekadar berkumpul, karena dalam syari’at, Jumat mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya hari. Dengan kata lain, Jum’at menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan.
Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam sebuah hadits: “Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jum’at. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fitri. Di dalam Jum’at terdapat lima keutamaan. Pada hari Jum’at Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jum’at pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jum’at terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jum’at. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jum’at.”
Di antara kita kadang lupa, tak merasakan, keutamaan hari Jum’at karena tertimbun oleh rutinitas sehari-hari. Kesibukan yang melingkupi kita tiap hari sering membuat kita lengah sehingga menyamakan hari Jum’at tak ubahnya hari-hari biasa lainnya. Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan ada hari-hari utama, dan di tiap hari ada waktu-waktu utama. Masing-masing keutamaan memiliki kekhususan sehingga menjadi momentum yang sangat baik untuk merenungi diri, berdoa, bermunajat, berdzikir, dan meningkatkan ibadah kepada Allah.
Keistimewaan hari Jum’at bisa dilihat dari disunnahkannya mandi Jum’at. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kendati shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur, mandi Jum’at boleh dilakukan sejak dini hari, setelah terbit fajar. Mandi adalah simbol kebersihan dan kesucian diri. Setelah mandi, seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian terbaik, terutama warna putih, sebelum berangkat menuju shalat Jum’at. Dalam hal ini, umat Islam diperingatkan untuk menyambut hari istimewa ini dengan kesiapan dan penampilan yang juga istimewa.
Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jum’at sebagai hari raya kaum mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari Jum’at sejak hari Kamis, dimulai dengan mencuci baju, lalu memperbanyak membaca tasbih dan istighfar pada Kamis petang karena saat-saat tersebut sudah memasuki waktu keutamaan hari Jum’at. Selanjutnya berniatlah puasa hari Jum’at sebagai rangkaian dari puasa tiga hari berturut-turut Kamis-Jum’at-Sabtu, sebab ada larangan puasa khusus hari Jum’at saja.
Jum’at adalah momen konsolidasi persatuan umat sekaligus memupuk ketakwaan melalui nasihat-nasihat positif dari khatib. Tentu keutamaan ini bersamaan dengan asumsi bahwa jamaah melaksanakan shalat Jum’at dengan kesungguhan yang penuh, menyimak khutbah secara baik, bukan cuma rutinitas sekali sepekan untuk sekadar menggugurkan kewajiban.
Amalan-amalan utama hari Jum’at juga bertebaran. Di antaranya adalah memperbanyak baca shalawat, memperbanyak doa, bersedekah; membaca Surat al-Kahfi, Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, dan Surat an-Nas, serta ibadah-ibadah lainnya. Masing-masing amalan memiliki fadhilah yang luar biasa.***
*Penulis adalah Humas DKM Baitul Izzah
Renungan Jum’at Ini
Diterbitkan Oleh:
DEWAN KEMAKMURAN MASJID
BAITUL IZZAH
Sektor Melati Blok D4 Grand Depok City
Depok - Jawa Barat
email:This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
MOHON DOA & DUKUNGAN UNTUK PERLUASAN MASJID BAITUL IZZAH DONASI DISALURKAN KE BANK SYARIAH MANDIRI NO REK 7130906383 A/N PROYEK PENGEMBANGAN MBI |